Bertasbih Bersama Alam
Allah Swt menciptakan alam semesta, menciptakan bumi dengan keaneka
ragaman hayati. Allah Swt menciptakan bukit dan gunung, menciptakan
pepohonan yang mempunyai jenis yang bermacam-macam; berkulit halus,
kasar, berduri, berwarna-warni dengan segala bentuk dan rasa
buah-buahannya. Satu sama lain mempunyai perbedaan, ada yang serupa tapi
tak sama; manis, pahit, asam, ketir, dan lainnya. Bumi dihiasi pula
dengan aliran-aliran sungai besar dan sungai yang kecil memancang,
berupa-rupa kelokan, panjang dan luasnya, airnyapun mempunyai banyak
kandungannya. Gunung-gunung tegak-tegap memancang, ada yang aktif berapi
ada yang tidak.
Laut
terhampar diatas bumi adakalanya tinggi lautnya disuatu daerah lebih
tinggi dari daratan seperti yang terjadi di beberapa daerah. Walaupun
sama asinnya jelas berbeda, penghuni lautan dan daratan juga beraneka
ragam. Semua itu bukan sebatas hiasan pemandangan alam, tetapi juga
untuk direnungkan dan di pikirkan. Karena ilmu Allah yang diberikan pada
makhluknya berbeda-beda dan memiliki keutamaan yang berbeda pula.
Pertanyaannya sejauhmana kita bisa menggapai ilmu yang ada pada setiap
yang diciptakan oleh Allah. Kita hanya mampu berucap Subhanallah.
Apalagi kita mau melihat lebih jauh aau mengerti lebih jauh apa yang
ada dalam perut bumi. Secara kasat mata kita tidak bisa melihatnya
dimana didalamnya (peut bumi) terdapat palung-palung, gunung-gunung
kecil didalamnya tedapat kantong-kantong gas, minyak dan kekayaan alam
lainnya. Dengan ilmullah (ilmu Allah yang diberikan pada manusia) serta
mendapat kemampuan yang dengannya kita dapat menguak apa yang ada dalam
perut bumi, bahkan bisa kita ambil seperti minyak, biji besi, tembaga,
kuningan, emas, perak dan bau-batu berharga.
Dan bagaimana peranan gunung berapi yang bersumberkan dari sekian
kilometer yang menghubungkan daratan dengan lautan. Dan mampu menyedot
air laut melalui lapisan-lapisan bumi yang sangat rapi yang dikelola
oleh gunung berapi tersebut memproduksi air tawar, belerang, kandungan
besi adapula yang memproduksi lumpur yang cukup mempunyai kandungan
garam seperti di Purwodadi. Tak salah ini menjadi nilai tambah bagi
pendapatan penduduk sekitar.
Sekali lagi saya ucapkan Subhanallah (Maha Suci Allah).
Akan tetapi kita mengerti dan meyakini selain Yang Maha dalam
segalasifatNya dan tiada sekutu BagiNya, selain Dia adalah makhluk,
tempatnya segala kekurangan. Sadar atau tidak.
Kita
semua (yang bernyawa ataupun tidak) berikhtiar untuk mengurangi segala
kekurangan, pohon-pohon dengan akarnya berusaha untuk menghidupi dirinya
begitu pula makhluk lainnya selain ppepohonan. Dan banyak sekali
diantara satu sama lain yang terkait dalam menjalani kehidupan. Ketika
kita kepanasan ingin mencari penyejuk –semisal ketika kita ditengah
pesawahan- mencari peneduh seperti pohon yang rindag serta lebat daunnya
serta dahannya, banyak rantingnya dan rindang daunnya.
Dengan
langkah kaki kita, kita mau tidak mau dengan suka rela datang ke pohon
tersebut. Demikian pula pohon yang kita teduhi tersebut ingin berteduh
(perlindungan) pada manusia; ingin diramut, dipelihara dan disirami air.
Namun apabila bumi ini menjadi pereka diantara satu sama yang lain.
Umpamanya manusia, pohon atau makhluk hidup lainnya memerlukan menu yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan asupan giji.
Kita
jarang atau bahkan tidak menyadari keadaan saling membutuhkan itu, dari
sebab kesalahan itu akan menambah kerapuhan bumi. Dan membuka pori-pori
daya serap yang lebih tertutup sehingga filter yang ada dalam tubuh
bumi tiada mampu mengantisipasi.
Maka efeknya adalah tumbuhan atau ekosistem yang ada diatasnya akan
mengalami kerusakan, tak ubahnya bilamana lapisan ozon telah rusak maka
kebocoran ozon itu akan menyebabkan tumbuhan akan menimbulkan panas yang
tidak normal. Dari akibat itu daya tarik matahari yang meningkat
terhadap air lau bisa lebih tinggi disamping akan semakin cepat
mencairnya gunung-gunung es di kutub.
Maka untuk mengantsipasi sepaya daya serap bumi terhadap air laut perlu
dijaga kebersihan panai-pantai. Kebersihan pantai dari sampah-sampah
akan membantu pertumbuhan butir-butir bumi serta akan menyebabkan bumi
semakin sehat.
Begitupula
curah hujan lebih dari hitungan masa kemarau atau musim hujan. Dengan
menjaga bumi dari segala kotoran atau limbah, akan sangat membantu,
pohon-pohonan dan mentralisir daya serap daun-daunan dari pengaruh
ultraviolet. Maka termasuk ikhtiar secara batiniyyah adalah dengan
mengembangkan dzikir dan tasbih dengan cara penghijaun atau reboisasi
bumi. Karena setiap tumbuhan khususnya dedaunan membaca tasbih kepada
Allah. Tasbihnya tersebut menjadi sebab turunnya rahmat dari Allah
kepada lingkungannya dimana pohon atau tumbuhan itu berada.
Dari itu yang bertasbih bukan saja pohon-pohonan, batu kerikil, pasir, semua bertasbih kepada Allah Swt.
Saya mengambil satu hadis riwayat Ibnu Abbas yang disepakati kesahihannya. Redaksi hadisnya demikian:
أنه مر بقبرين يعذبان فقال : إنهما
ليعذبان وما يعذبان في كبير أما أحدهما فكان لا يستتر من البول وأما الآخر
فكان يمشي بالنميمة ثم أخذ جريدة رطبة فشقها نصفين ثم غرز في كل قبر واحدة
فقالوا : يا رسول الله لم صنعت هذا ؟ فقال : لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا .
متفق عليه رواه البخاري ومسلم وغيرهما
ketika
baginda Nabi Muhammad Saw melewati pekuburan Nabi mendengar dua
penghuni kubur sedang menangis, lalu Rasulullah menebas pelapah kurma,
pelapah itu kemudian ditancapkanoleh Rasulullah Saw diatas pusara kedua
kubur tersebut. Kemudian yang menangis didalam kubur tersebut diam.
Bertanya sahabat; ‘apakah maksudnya pelapah kurma ditancapkan dipusara
tersebut. Rasulullah menjawab; ‘selagi pelapah kurma iu belum kering,
pelapah it uterus membaca tasbih kepada Allah. Dari sebab tasbihnya,
Allah Taala menurunkan rahmat’.
Maka dari sebab tasbihnya pelapah dan dedaunan yang ada pada pelapah
tersebut orang yang didalam kubur telah mendapat rahmatnya Allah Taala,
tiada musibah yang paling besar untuk setiap manusia, sebelum dipadang
makhsar selain adzab kubur.
Dari sebab daun tersebut bisa meringankan siksa kubur, ini yang membuat saya takjub, subhanallah!
Kita kembali kepada diri kita kalau mau bertafakur; seandainya
penghijauan dari mulai tepian pantai dan mau mengerti apa yang senarnya
ada pada pohon-pohonan tersebut insya Allah kita akan dijauhkan dari
segala cobaan, terutama diakhirat nanti. Tapi tidak bisa dielakan dan
dipungkiri ladang untuk akhirat nanti adalah didunia ini. Ternyata yang
memerlukan kebersihan batin, bukan manusia saja, akan tetapi termasuk
juga bumi, dan ekosistem diatasnya. (18/01) [Tsi]
Mengenal Sifat Para Kekasih Allah
Wali adalah hamba-hamba yang dicintai oleh Allah Swt. Mereka diangkat
menjadi wali bukan karena ibadah mereka ditujukan untuk itu, akan tetapi
karena ketaatan dan keiklasannya dalam beribadah. Mereka melakukan
ibadah semata-mata karena kesadaran sebagai hamba Allah. Maka mereka
mengerti maqomat ubudiyah, dan mengerti ilmu ke-Tuhanan.
Dengan
semakin meningkatnya mereka mengenal Allah maka mereka semakin sadar
akan kehambaan mereka. Mereka adalah teladan bagi kita semuanya.
Sifat-sifat mereka disebutkan oleh Allah dalam Al Quran (Yunus: 62-63):
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Ketahuilah sesungguhnya
wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula
mereka bersedih hati, iaitu orang-orang yang beriman dan mereka
senantiasa bertaqwa”
Ketahuilah bahwa Aulia (para Wali Allah), tidak punya rasa takut kecuali
terhadap Allah ta'alaa, karena tidak sekedar kadar keimanannya, dan
tidak pula setengah-setengah keimanan dan keyakinannya kepada Allah dan
Rasul-Nya. Tadhoru-nya, ibadahnya, syukurnya, roja’nya itulah yang
menjadikan mereka sempurna dalam kehambaannya. Yang kedua mereka tidak
mempunyai rasa takut selain pada Allah Swt, karena mereka itu adalah
الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ , orang-orang yang beriman.
Tidak sedikitpun mengambil atsar (merasa ada yang bisa member efek
psoitif danalam mendatangkan kebaikan atau menolak keburukan) dari
sesuatu selain Allah. Beliau-beliau bisa membedakan mana dorongan
nafsunya, mana dorongan imannya. Beliau-beliau tidak tertipu dengan
nafsunya sendiri, apalagi oleh Syaithan,
Beliau-beliau sangat menjauhi kesyirikan, syirik kecilpun sangat
mereka hindari. Misalkan disuatu subuh turun hujan, adzan berkumandang
hingga sholat tidak ada yang keluar untuk berjamaah. Setelah selesai
sholat dia ngomong; ‘subuh-subuh di undang sholat sama Allah malah pada
tidur’. Tanpa dia sadari dia sudah terperosok pada syirik kecil, bangga
dengan amalnya dan mengecilkan yang lain. Padahal yang lain ada yang
bekerja hingga larut malam, ada yang sakit, berat untuk bangun subuh
awal.
Demikian pula ketika
kita datang kesuatu daerah untuk ceramah, tuan rumah mengatakan kalau di
daerah itu masih banyak orang yang meminum minuman keras. Pada waktu
naik ke panggung dia ngomong; ‘ masa disini masih banyak orang minum..’
dengan nada marah. Dia naik ke podium dengan amarah bukan dengan kasih
sayang untuk menyadarkan orang lain. Tanpa sadar dia telah mendahulukan
amarahnya. Ibarat seorang tuan rumah yang menyuruh atau mempersilahkan
minum kopi yang dihidangkan padahal kopinya sangat panas. Tapi jika
mubaligh itu bisa memahami dan menguasai nafsunya maka akan menyampaikan
dengan lemah lembut. Ibarat menyuruh minum kopi itu, menunggu setelah
dingin dahulu. Karena dalam al Quran sendiri pelarangan dan penyadaran
minum khomer itu secara bertahap. Tapi jika panas (mubaligh) dan panas
(pendengar; karena tersinggung) apa jadinya dakwah itu.
Nah para wali-wali Allah Swt tidak mungkin seperti itu. Para beliau
paham mana dorongan nafsu dan mana dorongan kasih sayang atau niatan
taat kepada Allah. Nafsu itu menurut imam Qusyairi ibara anak kecil,
waktu masih kecil kencing sembarangan tetap lucu dan menggemaskan,
membuat kita tertawa tetapi ketika makin tumbuh besar usia 6 tahun
kencing sembarangan kan membuat ibunya marah.
Selanjutnya
yang membuat mereka diangkat oleh Allah menjadi wali karena mereka
selalu ingat pada Allah Swt. Nafsu itu jika dituruti akan terus meminta
lebih. Jadi para wali-wali Allah sangat menjauhi ajakan nafsu itu.
Nah para wali Allah itu sendalnya saja tidak pernah maksiat apalagi
kakinya, kalau kita kaki kita terperosok kejurang maksiat apalagi
sendalnya. Itu pengandaian saja bagaimana beliau-beliau bisa menahan
diri dari menuruti nafsu.
Para aulia menjaga matanya karena merasa disaksikan terus oleh Allah
Swt, hatinya tidak pernah suudzon. Para wali-wali Allah lalai lupa sama
Allah sekejap saja belia-beliau wajib taubat. Mata dan mulut itu yang
pertam kali busuk saat orang meninggal dunia.
Kunci berikutnya adalah taat kepada orang tuanya, sekalipun orang tua
kita bodoh, beda agama sekalipun selama memberitahukan yang baik, ya
ikuti. Jangan mentang-mentang beda agama kita bertindak sembarangan.
Walaupun beda agama orang tua yang melahirkan kita tetap harus kita
hormati. Lebih-lebih seagama. Termasuk mertua sekalipun.
Lihat seperti kisah Uwaisy Al Qarny, kenapa beliau di angkat menjadi
wali. Karena taatnya beliau pada orang tua samapai beliau itu hidup pada
jaman Nabi tapi beliau tidak pernah bertemu dengan Nabi Saw, karena
kesibukannya mengurus ibunya yang sakit, dan siangnya beliau menggembala
kambing. Bahkan beliau pernah menggendong ibunya dari Yaman sampai
baitillah Al Haram untuk melakukan ibadah haji. Ditempat yang lain
Rasulullah Saw, mewasiatkan kepada Sahabat Abu Bakar untuk menyampaikan
salam dan memberikan gamis dan mengamanatkan Sahabat Abu Bakar untuk
memintakan doa dari Uwais. Bayangkan Rasulullah Saw sangat tawadhu’nya
meminta doa dari Uwais, seoang makhluk paling utama, dan para penghulu
dari para Nabi. Meminta doa yang hakikatnya untuk umat, karena beliau
sendiri sudah lebih-lebih. Ini pelajaran untuk kita agar rendah hati.
Pada masa Sahabat Abu Bakar belum bisa ditemukan, dan amanat Rasulullah
Saw itu baru bisa disampaikan pada masa Sahabat Umar menjadi Khalifah,
beliau sendiri dan Sayidina Ali yang menyampaikan salam dan titipan
Rasulullah Saw itu. Karena dalamnya ma’rifatnya Uwais Al Qarni beliau
mengenal siapa saja yang datang menghapirinya; katanya: Asalam Alaik
Umar bin Khatab amirul mukminin, asalam alaika Amirul Mukminin Arabi’
Ali bin Abi Thalib. Itu Karena dalamnya ma’rifatnya beliau padahal belum
pernah saling bertemu. Karena taatnya pada orang tua Uwais kenal dengan
Allah. Karena taatnya pada orang tua Uwais diangkat menjadi wali,
bahkan sayid at tabiin. Karena taat dan hormatnya Uwais sampai
mendapatkan gamisnya (pakaian) dari Rasulullah Saw Padahal tidak pernah
bertemu Beliau SAW
Yang
kedua adalah taat Uwais kepada gurunya yang mengenalkan dirinya kepada
Allah Ta'alaa. Guru yang menuntuk menjauhkan dari kesyirikan. Mana
yang menjadi sifat Allah dan mana yang bukan, dan guru yang mengenalkan
pada mana yang halal dan mana yang haram. Dan beliau khidmah pada
gurunya sehingga menjadi wali. Kita membaca dan mengaji tentang wali
dalam kitab ini bukan untuk menjadi wali tapi untuk meniru mereka,
dalam tingkah laku. Mudah-mudahan kita mendapatkan keberkahan doa
belia-beliau, dan juga keturunan-keturunan kita semua. Inysa Allah doa
yang kita mohonkan pada Allah pada akhir majlis akan di Ijabah oleh Alla
Swt. Wallah A’lam. (Fdi/Tsi)
Peran Thoriqoh Dalam Membersihkan Hati
Bila kita mau melihat lebih jauh tentang filosofis atau makna‘ Al
Mudghoh’ yang di sebutkan pada bahasan sebelumnya ((ألا إن في الجسد مضغة
إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب) [البخاري
ومسلم]). Hati sering digunakan dengan maksud makna jiwa, dan hati yang
bermakna liver. Untuk menggambarkan betapa pentingnya menjaga hati yang
bermakna jiwa manusia saya akan menguraikan mudhgoh atau hati dalam
hadis tersebut dengan makna liver. Ini analog saja untuk memudahkan
pemahaman pada tujuan dari pembahasan kita ini.
Mudghoh atau hati letaknya di dalam tubuh manusia. Tubuh manusia
membutuhkan perhatian yang serius. Perlu kita ketahui bahwa
penyakit-penyakit manusia bersumberkan dari hati . baik dan tidaknya
metabolism tubuh seseorang tergantung pada baik dan tidaknya darah darah
orang tersebut. Dan darah itu akan menjadi baik dan tidak tergantung
dua hal:
Pertama; apa yang
dimakan dan yang dan bagaimana cara memperoleh makanan itu. Apa yang
dimakan adalah harus sehat, seperti buah-buahan, sayur-sayuran,
daging-dagingan yang memperkuat stamina. Kemudian darimana yang kita
makan atau bagaimana cara mendapatkan makanan itu. Yang jelas makanannya
harus halal, halal disini sudak mencakup pengertian makanan itu
diperoleh dengan cara yang benar.
Kedua; darah itu baik dan tidaknya adalah bersumber dari pencernaan.
Pencernaan yang berfungsi dengan baik akan membuat darah baik dan begitu
juga sebaliknya; jika pencernaannya tidak berfungsi dengan baik maka
darah yang dihasilkannya juga tidak baik.
Upaya untuk membantu memperbaiki pencernaan biasa kita lakukan paling
tidak satu tahun sekali; yaitu puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan diantara
manfaatnya adalah membersihkan semua organ-organ manusia. Panasnya
pencernaan orang-orang yang berpuasa akan membakar hal-hal yang
negative dalam pencernaan seperti bachsil dan bakteri. Dan lain
sebagainya. Dengan demikian pencernaan dapat kita analogikan seperti
bejana yang kita gunakan untuk memasakn segala sesuatu.
Kita bayangkan seandainya bejana itu tidak pernah dicuci. Setalah kita
gunakan untuk memasak ikan laut, kita gunakan untuk memasak telur, terus
demikian silih beganti sehingga menimbulkan kerak pada bejana itu.
Demikian pula pencernaan, kerak-kerak, imbas daripada yang kita makan
lambat atau cepat mempengaruhi proses kerja perncernaan atas makanan
yang kita konsumsi.
Sangat
jelas sekali bahwa pencernaan tidak bisa bekerja sendiri. Hasil proses
pencernaan dilimpahkan ke ginjal, pancreas sampai pada liver. Dari kerja
sama yang kompak menghasilkan beberapa hal, diantaranya darah putih,
darah merah, sperma, keringat, air kencing dan kotoran.
Dari hasil kerja sama yang baik antara organ tubuh manusia tersebut
akan menghasilkan lima hal di atas yang baik pula. Bila akibat proses
kerja pencernaan yang kurang baik sehingga terjadi darah kotor dalam
tubuh manusia, maka sangat diperlukan sekali pembersih. Yang pertama
untuk membersihkan pencernaan yang menjadi sumber pengelola makanan
dalam tubuh. Kedua membersihkan apa yang telah di olah.
Tugas
liver adalah menjatah atau menyalurkan darah ke jantung, ke otak kecil.
Apakah tidak mungkin apabila darah atau kotoran akan mempengaruhi fisik
otak manusia serta sarafnya. Sehingga kurang mampu untuk berfikir baik,
membuka wawasan, dan pandangan yang jauh. Apalagi jelas kita tidak
menginginkan pola fikir-pola fikir yang kurang baik. Yang tidak
menguntungkan bagi pribadi kita, baik dalam urusan dunia dan maupun
akhirat kita.
Dengan hasil
darah yang baik, sehat, akan sangat membantu dalam kecerdasan; dari
kecerdasan hati sampai kecrdasan akal. Sehingga menumbuhkan pola fikir
dan wawasan serta pandangan yan jernih. Bisa memilah mana yang
menguntungkan dalam dunia dan akhiratnya. Dan mana yang merugikan dalam
kedua hal tersebut.
Secara
fisik saja sangat memerlukan kesehatan dan kebersihan. Hati adalah
bagian tubuh manusia yang sangat berperan dalam memberikan atau dalam
mensuport pola fikir, wawasan dan pandangan manusia, karena hati adalah
tempatnya iman dan tempatnya nafsu. Lalu apa yang terjadi jika kita
tidak mempunyai alat untuk membersihkannya.
Kita harus memberikan makanan hati serta pembersihnya seperti ilmu
ma’rifat dan lain sebagainya, yang terkait dengan keimanan serta
pertumbuhannya. Paling tidak kita bisa memilih mana yang di dorong oleh
imannya dan mana yang didorong oleh nafsunya.
Seperti masalah pencernaah diatas bukan sesuatu hal yang mustahil
bilamana kita mendiamkan kotoran-kotoran hati maka akan mempengaruhi
pola fikir yang pada dasarnya akan merugikan diri sendiri. (tobe continu
[Tsi])
Keteladanan Dalam Totalitas Sahabat Abu Bakar
Sebelumnya sudah di jelaskan bahwa anatara satu sahabat dan sahabat
yang lainnya memiliki keutamaan yang berbeda-beda. Tapi pasti
masing-masing sahabat mempunyai sirrul A’dzom, keutamaan yang luar
biasa. Keutamaan sahabat Abu Bakar, Sahabat Umar, Sahaba Utsman, Sahabat
Ali semuanya hakikatnya adalah untuk umat. Bahkan kelemahan mereka
adalah untuk umat. Mohon sampai sini tidak disalah pahami.
Pada uraian sebelumnya saya membahas tentang sahabat Abu Bakar. Sahabat
Abu Bakar ini adalah sosok yang pengabdiannya pada agama dan pada Nabi
Saw sangat total. Sebagai ilustrasi kita merujuk pada peristiwa Hijrah
Nabi Saw. Bermula ketika di Gua Tsur Sayidina Abu Bakar Sidiq menutup
lubang-lubang yang ada di gua itu dengan pakaian beliau, ketika masih
ada lubang yang tersisa, terpaksa lubang tersebut beliau tutup dengan
jempol kaki beliau.
Sebab
biasanya lubang-lubang di Gua di huni oleh hewan-hewan berbisa, seperti
ular, kala jengking dan binatang lainnya. Kehawatiran Sayidina Abu Bakar
terjadi, jempol beliau dipatuk ular (menurut pendapat lain oleh kala
jengking). Beliau menahan sakit yang luar biasa itu sampai tubuhnya
gemetar, keringat bercucuran. Beliau tahan agar tidak mengganggu Nabi
Saw yang sedang tidur, sedang isirahat.
Demikian akhlak, pengorbanan Sayidina Abu Bakar Sidiq terhadap Nabi
Saw, sampai seperti itu. Kalau kita ke kiai kita sendiri ketika kiai
kedatanga tamu, padahal kiai sedang tidur, kita berani menetuk pintu
kamarnya. Anak terhadap orang tuanya juga demikian. Adab atau tatakrama
Sahabat Abu Bakar pada Rasulullah Saw seperti itu. Teladan Sahabat Abu
Bakar itu sangat luar biasa, teladan pengabdian umat pada Nabinya.
Ini sebenarnya teladan bagi kita semua untuk mengabdi pada guru, sesuai
kemampuan kita. Pengabdian pada guru bisa mengantarkan pada futuh
(dibuka pemahaman terhadap ilmu dan diberikan taufiq untuk
mengamalkannya), sebab manfaatnya ilmu tidak terkait dengan kepintaran
pelajar sendiri. Umpanya kalau di pesantren tidak sedikit santri yang
hafal kitab Ibnu Aqil, Amrithi nya luar biasa, penguasaan ilmu alatnya
tidak diraukan, tapi ilmunya tidak manfaat.
Keistimewaannya Sahabat adalah mereka memiliki Akbarul Mafatih, sahabat
mempunyai kunci futuh yang sangat sangat isimewa, sangat luar biasa.
Sebab itu alimnya tidak seberapa tapi manfaatnya luar biasa. Kita
sekarang mempunyai kitab menumpuk, tafsir Al Quran ada ribuan jilid
dengan judul dan pembahasan yang beraneka ragam, adapaun sahabat
pengetahuan agamanya hanya menunggu dari apa yang disampaikan Nabi Saw,
menunggu wahyu turun. Ilmunya pasa-pasan.
Tapi maqomah (kedudukan) ilmu yang sedikit itu bisa menjadi luas luar
biasa. Seperti garam yang menyebar dan menyatu di lautan luas.
Makanya sebodoh-bodoh-nya Sahabat tetep alim, sebodoh-bodohnya sahabat
adalah seorang ‘Arif. Se-agung dan setinggi-tinggi-nya pangkat wali pada
umat ini tidak dapat mengalahkan keutamaan sahabat yang sangat bodoh.
Sahabat itu demikian adanya dan diberi futuh yang sangat besar oleh
Allah Swt.
Kembali ke kisah
tadi di atas. Setelah Nabi terjaga dan tahu apa yang terjadi pada
Sayidina Abu Bakar, Nabi Saw mendoakan Sayidina Abu Bakar. Nabi Saw
membacakan fatihah, setelah di bacakan fatihah jempolnya Sayidina Abu
Bakar yang membengkak pulih seperti semula. “Abu Bakar Sidiq, kamu akan
mati syahid sebab kejadian ini, dan keturunanmu akan menjadi para
syuhada...”. Doa Nabi ini terbukti. Saya kasih contoh dua saja. Pertama
Sayidi Syaikh Muhyidin Ibnu ‘Arobi, beliau ini keturunannya Sayidina Abu
Bakar, yang kedua Sayid Bakri yang mempunyai Sholawat Fatih; Allahumma
Sholi ‘Ala Sayidina Muhammad Al Fatiihi lima ugliq, wal Khotimi lima
sabaq, nashiril Haq bil Haq walhadi ila Sirotil Mustaqim Sholollahu
alaihi wa ala alihi wa ashabibi haqqo qodrihi wamiqdarihil al Adzim.
Di Mesir, Yaman dan dibelahan bumi manapun siapa yang tidak kenal
kebesaran Sayid Bakri siapa. Wali Agung, Mursyid Thoriqoh Kholwatiyyah.
Dan siapa yang tidak tahu akan kehebatan Syaikh Muhyidin Ibnu ‘Arobi.
Kitab-kitabnya sangat banyak, seperti Futuhat Al Makiyyah yang
berjilid-jilid, al Washoya dan lain-lain. Selain banyak, karang beliau
terkenal sulit, seperti Futuhat Al Makiyyah. Karena itu tidak sedikit
para ulama demi kehati-hatian melarang orang yang belum mumpuni ilmunya
membaca kitab itu. Karena untuk memhami kitab itu perlu menguasai
perangkat ilmu-ilmu alat dan syari’at yang cukup.
Sayidina Umar juga demikian, wafatnya dibunuh, seperti sebab wafatnya
Sayidina Abu Bakar adalah terkena racun waktu di gua Hiro itu. Kenapa
ulama, aulia yang pangkatnya sedemikian besar seperti beliau wafatnya
mengenaskan seperti itu. Itu bukti pengabdian beliau-beliau untuk umat
ini, untuk Rasulullah Saw. demikian juga dengan wafatnya Sayidina
Utsman, Sayidina Ali, Sayidina Hasan, dan Sayidina Husain serta
ulama-ulama lainnya.
Oleh
sebab itu kita jangan sekali-kali membenci salah satu dari para Sahabat.
Banyak yang wajahnya bercahaya kemudian wajahnya menjadi butek, karena
berkomentar tentang kejadian yang terjadi diantara para sahabat Nabi,
yang kita sama sekali tidak tahu kejadian sebenarnya bagaimana. Wallah
‘A’lam. [Tsi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar