subakir

subakir

Senin, 19 Desember 2011

SARI HASIL PENELITIAN BAMBU



Oleh : Krisdianto, Ginuk Sumarni dan Agus Ismanto
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang peranan sangat penting. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan.
Bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan dan sebagainya. Beberapa jenis bambu akhir-akhir ini mulai banyak digunakan sebagai bahan penghara industri supit, alat ibadah, serta barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan lain-lain.
Dari kurang lebih 1.000 species bambu dalam 80 genera, sekitar 200 species dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja, 1995), sedangkan di Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis. Pada Lampiran I terdapat daftar jenis bambu yang diperkirakan tumbuh di Indonesia, tetapi tidak semuanya merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman bambu Indonesia ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 m dpl. Pada umumnya ditemukan ditempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air.
Tanaman bambu hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu disekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong dan bambu hitam.
Seperti halnya tebu, bambu mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya.
Dalam penggunaannya di masyarakat, bahan bambu kadang-kadang menemui beberapa keterbatasan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bahan bambu adalah sifat fisik bambu yang membuatnya sukar dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruasnya serta ketidakawetan bahan bambu tersebut menjadikan bambu tidak dipilih sebagai bahan komponen rumah. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru dan bulukan sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering.
Tulisan ini merupakan sari hasil penelitian yang telah dilakukan di Pusat Penelitian Hasil Hutan, Bogor ditambah dengan informasi yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kehutanan, Bogor serta beberapa pustaka yang menunjang. Tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan sari informasi penelitian tentang komoditas bambu agar teknologi pengolahannya dapat diterapkan di masyarakat.
Tanaman bambu di Indonesia merupakan tanaman bambu simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul didalam rumpun karena percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul (Sindusuwarno, 1963). Batang bambu yang lebih tua berada di tengah rumpun, sehingga kurang menguntungkan dalam proses penebangannya.
Metode pemanenan tanaman bambu adalah dengan metode tebang habis dan tebang pilih. Pada metode tebang habis, semua batang bambu ditebang baik yang tua maupun yang muda, sehingga kualitas batang bambu yang diperoleh bercampur antara bambu yang tua dan yang muda. Selain itu metode ini juga menimbulkan pengaruh terhadap sistem perebungan bambu, sehingga kelangsungan tanaman bambu terganggu, karena sistem perebungan bambu dipengaruhi juga oleh batang bambu yang ditinggalkan. Pada beberapa jenis tanaman bambu metode tebang habis menyebabkan rumpun menjadi kering dan mati, tetapi pada jenis yang lain masih mampu menumbuhkan rebungnya tetapi dengan diameter rebung tidak besar dan junlahnya tidak banyak (Sindusuwarno, 1963).
Metode tebang pilih pada tanaman bambu adalah menebang batang-batang bambu berdasarkan umur tumbuhnya. Metode ini dikembangkan dengan dasar pemikiran adanya hubungan batang bambu yang ditinggalkan dengan kelangsungan sistem perebungan bambu.
Penelitian tentang hubungan sistem penebangan dengan perebungan telah dilakukan oleh Sudiono dan Soemarna (1964). Penelitian dilakukan pada hutan bambu tanaman dengan mengklasifikasikan batang-batang bambu ke dalam generasi-generasi yaitu : generasi I (berumur 3 - 4 tahun), generasi II (berumur 2 - 3 tahun), generasi III (berumur 1 - 2 tahun) dan generasi IV (berumur 0 - 1 tahun). Pengklasifikasian ini tidak menyertakan batang dalam suatu rumpun yang lebih dari 4 tahun, karena umumnya batang bambu pada umur tersebut sudah ditebang karena sudah masak tebang. Informasi yang diberikan adalah bahwa sistem tebang pilih yang disarankan untuk dilakukan adalah yang pertama menebang semua batang generasi I, kedua menebang batang generasi I + II + III dan yang ketiga menebang semua batang generasi I + II.
Selain itu perlu diperhatikan bahwa metode penebangan bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perebungan suatu tanaman bambu, melainkan dipengaruhi juga oleh banyaknya batang yang ditinggalkan pada tiap rumpun. Batang yang sebaiknya ditinggalkan dalam suatu pemanenan adalah generasi II, III dan IV dari suatu rumpun yang dipanen, dengan perbandingan generasi IV lebih banyak yang ditinggalkan daripada generasi lainnya.
A.   Anatomi
Kolom bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40% serat dan 10% sel penghubung (pembuluh dan sieve tubes) Dransfield dan Widjaja (1995). Parenkim dan sel penghubung lebih banyak ditemukan pada bagian dalam dari kolom, sedangkan serat lebih banyak ditemukan pada bagian luar. Sedangkan susunan serat pada ruas penghubung antar buku memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya berkurang.
B.   Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis dan mekanis merupakan informasi penting guna memberi petunjuk tentang cara pengerjaan maupun sifat barang yang dihasilkan. Hasil pengujian sifat fisis dan mekanis bambu telah diberikan oleh Ginoga (1977) dalam taraf pendahuluan. Pengujian dilakukan pada bambu apus (Gigantochloa apus Kurz.) dan bambu hitam (Gigantochloa nigrocillata Kurz.). Beberapa hal yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis bambu adalah umur, posisi ketinggian, diameter, tebal daging bambu, posisi beban (pada buku atau ruas), posisi radial dari luas sampai ke bagian dalam dan kadar air bambu. Hail pengujian sifat fisis mekanis bambu hitam dan bambu apus terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis bambu hitam dan bambu apus
No.
Sifat
Bambu hitam
Bambu apus
1.
Keteguhan lentur statik
a. Tegangan pada batas proporsi (kg/cm2)
447
327
b. Tegangan pada batas patah (kg/cm2)
663
546
c. Modulus elastisitas (kg/cm2)
99000
101000
d. Usaha pada batas proporsi (kg/dcm3)
1,2
0,8
e. Usaha pada batas patah (kg/dm3)
3,6
3,3
2.
Keteguhan tekan sejajar serat (tegangan maximum, kg/cm2)
489
504
3.
Keteguhan geser (kg/cm2)
61,4
39,5
4.
Keteguhan tarik tegak lurus serat (kg/cm2)
28,7
28,3
5.
Keteguhan belah (kg/cm2)
41,4
58,2
6.
Berat Jenis
a. KA pada saat pengujian
0,83
KA : 28%
0,69
KA : 19,11%
b. KA kering tanur
0,65
KA : 17%
0,58
KA : 16,42%
7.
Keteguhan pukul

a. Pada bagian dalam (kg/dm3)
32,53
45,1

b. Arah tangensial (kg/dm3)
31,76
31,9

c. Pada bagian luar (kg/dm3)
17,23
31,5
Sumber : Ginoga (1977)
Sifat fisis dan mekanis jenis bambu lainnya telah diinformasikan Hadjib dan Karnasudirdja (1986). Pengujian dilakukan pada tiga jenis bambu, yaitu bambu andong (Gigantochloa verticillata), bambu bitung (Dendrocalamus asper Back.) dan bambu ater (Gigantochloa ater Kurz.) Hasilnya menunjukkan bahwa bambu ater mempunyai berat jenis dan sifat kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan bambu bitung dan bambu andong. Nilai rata-rata keteguhan lentur maksimum, keteguhan tekan sejajar serat dan berat jenis tidak berbeda nyata pada buku dan ruas, sedangkan antar jenis berbeda nyata. Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis bambu terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai sifat fisis dan mekanis bambu
No.
Sifat fisis dan mekanis
Bambu ater
kg/cm2
Bambu bitung
kg/cm2
Bambu andong
kg/cm2
1.
Keteguhan lentur maksimum
533,05
342,47
128,31
2.
Modulus elastisitas
89152,5
53173,0
23775,0
3.
Keteguhan tekan sejajar serat
584,31
416,57
293,25
4.
Berat jenis
0,71
0,68
0,55
Sumber : Hadjib dan Karnasudirdja (1986)
C.   Sifat Kimia
Penelitian sifat kimia bambu telah dilakukan oleh Gusmailina dan Sumadiwangsa (1988) meliputi penetapan kadar selulosa, lignin, pentosan, abu, silika, serta kelarutan dalam air dingin, air panas dan alkohol benzen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar selulosa berkisar antara 42,4% - 53,6%, kadar lignin bambu berkisar antara 19,8% - 26,6%, sedangkan kadar pentosan 1,24% - 3,77%, kadar abu 1,24% - 3,77%, kadar silika 0,10% - 1,78%, kadar ektraktif (kelarutan dalam air dingin) 4,5% - 9,9%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air panas) 5,3% - 11,8%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam alkohol benzene) 0,9% - 6,9%. Hasil analisis kimia 10 jenis bambu terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis kimia 10 jenis bambu
No.
Jenis bambu
Selulosa (%)
Lignin (%)
Pentosan (%)
Abu (%)
Silika (%)
Kelarutan dalam, (%)
Air dingin
Air panas
Alkohol- benzene
NaOH 1%
1.
Phyllostachys reticulata (bambu madake)
48,3
22,2
21,2
1,24
0,54
5,3
9,4
4,3
24,5
2.
Dendrocalamus asper (bambu petung)
52,9
24,8
18,8
2,63
0,20
4,5
6,1
0,9
22,2
3.
Gigantochloa apus (bambu batu)
52,1
24,9
19,3
2,75
0,37
5,2
6,4
1,4
25,1
4.
Gigantochloa nigrociliata (bambu batu)
52,2
26,6
19,2
3,77
1,09
4,6
5,3
2,5
23,1
5.
Gigantochloa verticillata (bambu peting)
49,5
23,9
17,8
1,87
0,52
9,9
10,7
6,9
28,0
6.
Bambusa vulgaris (bambu ampel)
45,3
25,6
20,4
3,09
1,78
8,3
9,4
5,2
29,8
7.
Bambusa bambos (bambu bambos)
50,8
23,5
20,5
1,99
0,10
4,6
6,3
2,0
24,8
8.
Bambusa polymorpha (bambu kyathaung)
53,8
20,8
17,7
1,83
0,32
4,9
6,9
1,9
22,4
9.
Chephalostachyum pergraciles (bambu tinwa)
48,7
19,8
17,5
2,51
0,51
9,8
11,8
6,7
29,3
10.
Melocanna bambusoides
42,4
24,7
21,5
2,19
0,33
7,3
9,7
4,0
28,4
Sumber : Gusmailina dan Sumadiwangsa (1988)
D.   Keawetan dan Keterawetan
Penelitian keawetan bahan bambu telah dilakukan oleh Jasni dan Sumarni (1999), sedangkan penelitian tentang keterawetan bahan bambu belum dilakukan. Jasni dan Sumarni (1999) mengemukakan bahwa dari tujuh jenis bambu yang diteliti, bambu ampel (Bambusa vulgaris) paling rentan terhadap serangan bubuk, kemudian bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea), bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae) dan bambu terung (Gigantochloa nitrocilliata). Sedangkan bambu atter (Gigantochloa atter) dan bambu apus/tali (Gigantochloa apus) relatif tahan terhadap serangan bubuk. Jenis bubuk bambu yang banyak ditemukan menyerang bambu adalah Dinoderus sp., sedangkan jenis bubuk yang paling sedikit ditemukan menyerang bambu adalah Lyctus sp. Kuantitas bubuk yang ditemukan pada bambu terdapat pada Tabel 4, sedangkan penyebaran jenis bubuk pada bambu terdapat pada Tabel 5.
Tabel 4. Bubuk yang ditemukan pada bambu
No.
Jenis bambu
Jumlah serangga
Total serangga
DS (%)
P (e)
T (e)
U (e)
S (e)
R (%)
Y (b)
1.
Bambusa vulgaris
415
375
10
800
30,48
2312
100
2.
Gigantochloa apus
125
25
6
156
5,94
252
40
3.
Gigantochloa atroviolaceae
257
295
2
554
21,10
997
90
4.
Gigantochloa atter
175
30
8
213
8,11
484
40
5.
Gigantochloa nigrocilliata
180
48
-
228
8,69
1176
70
6.
Gigantochloa robusta
177
60
-
237
9,03
655
70
7.
Gigantochloa pseodoarundinacea
227
202
8
457
16,65
1982
90
Sumber : Jasni dan Sumarni (1999)
Keterangan :
P : pangkal
e : ekor
R : jumlah dalam %
T : tengah
b : buah
Y : lubang gerek
U : ujung
S : jumlah individu
DS: derajat serangan
Tabel 5. Penyebaran jenis bubuk pada bambu
No.
Jenis bubuk
Jenis bambu
Jumlah
A
B
C
D
E
F
G
H
I
1.
H. aequalis Wat
-
-
+
+
+
-
+
327
12,33
2.
Lyctus sp.
-
-
+
-
+
+
+
35
1,32
3.
Dinodeus
+
+
+
+
+
+
+
1946
73,23
4.
Minthea sp.
-
-
+
+
+
+
+
369
13,93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar