subakir

subakir

Jumat, 20 Desember 2013

Tradisi Ziarah Nabi Hud AS

Di masa Syekh Abdullah Ba ‘Abbad abad 7 H, ziarah Hud setiap tahunnya diadakan setelah selesai panen kurma. Rombongan beliau pimpin langsung. Kemudian pada masa Sayyid Syekh Abu Bakar bin Salim Al Alawi (w 992 H) musim ziarah Hud ditradisikan setiap tahunnya pada bulan Sya’ban.

Tradisi Ziarah Nabi Hud AsWaktu Ziarah Hud ‘alaihis salam merupakan hari libur tahunan selama 8 hari bagi para pekerja dan petani. Biasanya, jauh-jauh hari, sebelum datangnya waktu ziarah, mulai Jumadil Tsani banyak hal yang dilakukan untuk persiapan berangkat ziarah. Di antaranya, mengutus para motivator ke masjid-masjid, menjelaskan pemberangkatan ziarah dan mengulas tentang sejarah Nabi Hud ‘alaihis salam. Hal ini dilakukan untuk memberi motivasi pada masyarakat umum tentang pentingnya ziarah.
Tahwidah adalah lantunan pada waktu membaca syair-syair yang memberi motivasi untuk berziarah Hud AS. Biasanya dilakukan setelah acara maulid pada hari Rabu akhir bulan Rajab.
Setelah selesai, jama’ah membentuk barisan. Setiap baris terdiri dari 20 hingga 50 orang, dipimpin oleh seorang nassyad (pemimpin pelantun suara). Mereka melantunkan syair-syair mengikuti bacaan nassyad, seperti kalimat ‘ya Hud ya Nabiullah.’ Beberapa hari sebelum ziarah, para pekerja, khususnya keluarga Ba ‘Abbad, berangkat terlebih dahulu ke tempat ziarah, untuk memperbaiki tempat yang rusak, seperti masjid, rumah dan jalanan.
Tanggal 27 Rajab, peziarah diklasifikasikan dalam beberapa rombongan. Setiap rombongan memiliki ketua. Tugas ketua antara lain menertibkan dan membagi tugas pada setiap anggota rombongan.
Setelah semuanya siap, mereka berangkat ke lokasi Makam Nabi Hud ‘alaihis salam. Masyarakat Seiyun, Shibam dan kawasan barat Shibam berangkat pada tanggal 4 atau 5 Sya’ban. Sedangkan penduduk Tarim dan kawasan timur Tarim berangkat pada tanggal 7 atau 9 Sya’ban.
Tradisi Ziarah Nabi Hud As.Sebelum berangkat, masing-masing peziarah mengadakan kesepakatan dengan pemilik unta, tentang ongkos sewa pulang pergi. Namun sebelumnya, unta dibawa ke tempat lapangan penawaran ongkos tunggang yang letaknya di Tarim. Unta-unta, oleh pemiliknya dilatih untuk mampu lari kekencang-kencangnya. Masing-masing unta yang akan ditunggangi, pelananya dihias dengan seni dan hiasan yang berbeda satu sama lainnya. Kemudian peziarah berangkat secara berkelompok. Setiap kelompok memiliki penjaga yang dipilih dari sukunya masing-masing. Rombongan tidak boleh berjalan kecuali dengan penjaganya.
Di tengah perjalanan menuju makam Nabi Hud, banyak hal-hal yang dilakukan para peziarah. Di antaranya ziarah ke makam-makam yang ada di sepanjang perjalanan. Mereka mengumandangkan syair-syair yang mengandung makna tawasul kepada para arwah. Juga ketika rombongan melewati kota dan desa, peziarah menyuarakan julukannya. Mengingat setiap tempat kota dan desa di Hadhramaut ada julukannya masing-masing.
Di Syi’ib Hud (lembah kecil Hud), dibangun tempat-tempat sesuai kebutuhan peziarah selama di sana, berupa rumah, masjid dan pasar. Setiap kabilah memiliki tempat tinggal masing-masing yang dibangun seizin keluarga besar Ba ‘Abbad. Sebelum ziarah ke makam Nabi Hud ‘alaihis salam, semua peziarah mandi di sungai, dipimpin oleh ketua sukunya (Munshib, Habib atau Syekh). Setelah mandi, peziarah berebutan ke sisi ketuanya, untuk minum air sungai yang diambil dengan tangan ketua. Setelah mandi dan minum, mereka melaksanakan shalat sunnah wudlu’ dua rakaat di Hashah Umar, yaitu tempat di pinggir sungai yang biasa ditempati shalat oleh para peziarah sehabis mandi di sungai.
Setelah shalat sunnah wudlu’, mulailah mereka beriringan menuju makam Nabi Hud ‘alaihis salam. Di tempat antara makam Nabi Hud ‘alaihis salam dan sungai, mereka berhenti sejenak di sumur Taslimah. Dengan dipimpin munshib, peziarah mengumandangkan salam kepada arwah Rasul dan Nabi serta salam kepada para Malaikat. Setelah selesai, peziarah melanjutkan perjalanannya ke makam Hud ‘alaihis salam. Sesampai di sana, dalam posisi berdiri di depan makam Nabi Hud, mereka mengumandangkan salam kepada para arwah Rasul, arwah Nabi dan Malaikat. Kemudian peziarah duduk membaca surat Hud dan ditutup dengan membaca Surat al-Fatihah. Setelah selesai, semuanya turun ke tempat naqah, yaitu tempat yang terletak di bawah makam nabi Hud. Mereka membaca maulid (sejarah kelahiran dan kehidupan Nabi Muhammad SAW) dan mendengarkan mau’idzah hasanah. Setelah itu, ritual ziarah selesai dan ditutup dengan membaca Surat al-Fatihah.
Ziarah Nabi Hud AsZiarah Hud dilakukan selama empat hari. Setiap harinya, dua kali pagi dan sore, dengan cara yang sama seperti di atas. Hari ke empat tanggal 11 Sya’ban adalah hari penutup (waqfah). Ziarah penutup khusus dipimpin oleh munsib (ketua Kabilah) dari keluarga Syekh Abu Bakar bin Salim.
Di sela-sela ziarah, malam harinya, peziarah menampilkan pertunjukannya. Merka juga saling bersilaturrahim satu sama lainnya.
Setelah aktifitas ziarah selesai, para peziarah bergegas pulang ke daerahnya masing dengan tertib. Dimulai dari rombongan Keluarga Alawi, Keluarga Seiyun dan daerah barat Seiyun. Mereka berangkat pulang setelah shalat Ashar tanggal 11 Sya’ban. Sedangkan penduduk Tarim pulang esok harinya pada tanggal 12 Sya’ban. Keluarga bin Syihab dan Syeh Abu Bakar bin Salim pulang tanggal 15 Sya’ban, karena tanggal 14 Sya’ban (malam nisfu sya’ban) mereka membaca doa Sya’ban di makam Nabi Hud ‘alaihis salam.
Saat pulang, para peziarah biasanya membawa oleh-oleh untuk keluarga dan tetangganya. Ada yang membagikan sisa bekal, ada pula yang membeli oleh-oleh di tengah perjalanan. Juga tak lupa, oleh-oleh untuk anak kecil yang berupa mainan bangunan, unta, himar (keledai, red) dan baghal (peranakan himar dan keledai, red) yang terbuat dari tembikar.
__
sumber: indo.hadhramaut.info

Tidak ada komentar:

Posting Komentar